Sekolah Kami -->

Header Menu

Sekolah Kami

Sabtu, 25 Mei 2013

Senin,  06 Juni  2005 adalah hari pertama  bagi Taufik, Pras dan teman-temannya untuk kembali masuk sekolah di SMPN Prambanan I, pasca gempa yang telah memporak-porandakan sekolah mereka. Taufik , (kelas 2 SMP) masuk pagi sedangkan Pras (kelas 1) masuk siang. Sekolah mereka sekarang harus terbagi dalam 2 shift, pagi dan siang karena sebagian kelas-kelas mereka hancur, atau membahayakan untuk dipakai sehingga belum memungkinkan semua siswa untuk masuk pagi. Namun demikian, mereka senang karena seragam sekolah mereka rata-rata masih bisa ditemukan diantara reruntuhan, sehingga hari ini mereka dapat belajar tetap dengan berseragam. Selain itu mereka beruntung karena mendapatkan bantuan tenda yang cukup bagus.

Kondisi bagian depan SMP N 1 Prambanan 
KBM di Tenda Darurat
Pada hari pertama, semua siswa dikumpulkan dan satu-persatu diabsen oleh bapak atau ibu guru wali kelas, ini adalah sekelumit dialog yang sempat saya catat :
” Taufik Adisurya Nugroho!”, seru Pak Guru
“Hadir Pak”, jawab Taufik sambil mengacungkan tangan kanannya.
”Gimana  le (nak), rumah kamu, rusak apa gak?”
”Hancur pak”.
”Tapi keadaan keluarga bagaimana, Bapak, Ibu, Nenek, Adik?”
”Alhamdulillah selamat PaK”
”Oh yoo syukur”.
Demikian setiap kali satu anak selesai pindah ke anak berikutnya, beberapa kali Bapak Guru terdiam dan mengusap matanya, ketika salah satu dari anak-anak yang diabsennya ternyata tidak ada dan dijawab oleh teman-nya, ”Si A ikut jadi korban Pak, atau masih di rumah sakit pak, atau, keluarga mereka yang menjadi korban”. Pak Guru berusaha menahan keharuannya dan menguatkan mental anak-anak dengan kata-kata yang bijak dan menyejukkan, meskipun dalam hatinya sendiri beliau menangis – karena rumahnya sendiri juga hancur dan dua anggota keluarganya juga masih berada di rumah sakit.

Kondisi SD yang berada di sebelah SMP Negeri 1 Prambanan

Kondisi SD Negeri Sanggrahan lebih memprihatinkan, bangunannya hancur sama sekali. Di halaman sekolah baru bisa didirikan 2 lokal tenda (dari PMI) yaitu kantor guru dan kelas VI karena puing-puing dibekas bangunan yang runtuh belum sempat dibersihkan. Namun Ujian Nasional susulan telah diselenggarakan di tenda tersebut, sementara anak-anak kelas 1 s.d. kelas 5 belum tahu kapan mereka bisa masuk sekolah.

Ruang Kantor Guru dalam tenda
Ruang kelas VI

Meskipun kondisi sekolah mereka seperti itu, mereka tetap mempunyai semangat. Dessy dan Febi, dua dari sekian banyak anak-anak korban gempa di Sanggrahan yang kehilangan rumah dan sekolah mereka, berdiri di atas reruntuhan, menatap fajar yang sedang menyingsing. Meskipun masih diselimuti trauma yang mendalam, dengan kelelahan fisik dan psikis yang luar biasa, mereka tetap mencoba optimis, menatap masa depan mereka… dengan keuletan dan kerja keras, pasti masih ada masa depan buat mereka,  seperti pastinya mentari yang terbit di pagi hari, menggantikan  kedinginan dan kegelapan malam..
“Maka sesungguhnya sesudah kesukaran itu akan ada kemudahan, Sesunggunya sesudah kesukaran itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyiroh 5-6)

(Sing Nulis : Agus Budihardjo)