Hanya 57 Detik -->

Header Menu

Hanya 57 Detik

Sabtu, 25 Mei 2013

Smbr gbr: shigitendonesiaku.blogspot.com
Hari masih pagi. Matahari pun belum tinggi, suasana masih remang. Dari beberapa rumah masih terdengar lantunan Al Qur'an. Beberapa orang sudah menikmati udara pagi dengan jalan-jalan. Namun tiba-tiba suasana berubah. Bumi bergoncang. Semakin lama semakin kuat. Semua manusia berusaha keluar rumah. Beberapa rumah tiba-tiba runtuh dan jeritan manusia mulai riuh terdengar. Aku berpegang dengann pohon pisang. Suasana jadi sangat menengangkan. Getaran yang tidak lebih dari 1 menit itu telah memporak-porandakan semuanya. Semua hampir tak percaya. Dalam waktu secepat itu tiba-tiba banyak rumah yang runtuh, banyak manusia yang terluka dan bahkan ada yang langsung meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan. Yah, mereka tak pernah menduga sebelumnya bahwa kokohnya rumah yang mereka bangun bisa hancur dalam waktu kurang dari satu menit. Memang bencana datang dengan tiba-tiba, tak pernah ada pemberitahuan sebelumnya.

Dahulu, di masa Khalifah Umar bin Khatab,  pernah juga terjadi gempa.Tetapi tidak sedasyat gempa 27 Mei 2006 di Yogjakarta. Tidak ada korban jiwa atau rumah runtuh. Ketika terjadi gempa kecil, orang jawa menyebutnya lindu, Umar bin Khatab  mengumpulkan orang-orang dan berpidato di hadapan mereka. “Wahai penduduk Madinah, alangkah cepat kalian berubah. Demi Allah, kalau sampai terjadi lagi gempa, aku akan pergi dan tidak lagi mau hidup bersama kalian."

Tentu Umar berkata seperti itu bukan karena dia tidak ingin bertanggung jawab dengan warganya, tetapi lebih pada kerendahan sikapnya. Ada logika langit yang langsung mengingatkannya. Bagaimanapun semua yang ada di alam ini tunduk pada Allah Subhanahu wa ta'ala. Mereka akan melaksanakan setiap apa yang diperintahkan-Nya. Tidak ada kekuatan apapun yang mereka miliki kecuali atas ijin dan kehendak Allah, termasuk gempa. Bumi yang kita pijak pun tak lepas dari semua itu. Ia adalah makhluk Allah yang akan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Karenanya, Khalifah Umar lebih memilih meninggalkan mereka jika mereka tak mau merubah perilaku tidak baiknya.

Bagaimana tidak, Umar adalah sahabat terbaik setelah Abu Bakar. Ia menjadi Khalifah dan hidup di kurun terbaik setelah kurun paling baik di masa Rasulullah. Sedangkan gempa merupakan salah satu dari tanda-tanda dekatnya hari kiamat disertai tanda-tanda lainnya. Seperti dikabarkan oleh Rasulullah, “Tidak akan terjadi kiamat hingga ilmu diangkat, banyak terjadi gempa, zaman terasa berdekatan, dan banyak sekali fitnah dan kekacauan, yaitu pembunuhan.”

Umar bin Khatab, hidup di masa di mana ilmu ada pada diri para sahabat. Ia punya majelis musyawarah yang diisi oleh sahabat-sahabat senior. Tapi begitu gempa terjadi, Umar seketika menyikapinya dengan iman yang tajam. Ini adalah pemahaman mendalam tentang logika alam yang disikapi dengan iman. Maka kalimat pertama, kesan pertama, impresi pertama, benar-benar kalimat iman, kesan iman, dan impresi iman.

Ada bermacam pesan yang disampaikan bencana alam. Tapi satu yang utama. Ialah semua bencana itu mengajarkan kepada kita ketundukan, kepasrahan dan dorongan untuk bersikap khusyu’. Maka tidak ada pesan yang lebih penting untuk disimak dan diresapi, melebihi pesan ketundukan. Semua dimaksudkan untuk mendidik kita, agar semakin tunduk, menambatkan rasa takut kepada Allah. Allah SWT berfirman, Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami).... (QS. Al-Isra:59). Lalu di ujung ayat itu pula Allah menjelaskan maksud dari tanda-tanda kekuasaan-NYA tersebut, “Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.”

Karena itu, ketika gempa juga datang menghampiri ke Kufah pada masa Abdullah bin Mas’ud. Maka Abdullah bin Mas’ud, menyampaikan pesan kepada orang-orang “wahai kalian semua, sesungguhnya Allah memberikan pesan ketundukan kepada kalian, maka tunduk dan takutlah kalian kepada-NYA.

Sedangkan Abdullah bin Abbas, ketika terjadi gempa di masanya, diriwayatkan bahwa ia melakukan shalat sunnah seperti shalat gerhana. Sebagai perwujudan rasa tunduk dan takut kepada Allah SWT.

Imam Ibnu Qayyim berkata, “Kadang-kadang dalam salah satu kesempatan, Allah SWT mengizinkan bumi untuk menghembuskan nafasnya, maka terjadilah gempa dahsyat. Lalu muncullah rasa takut dan tunduk pada diri hamba-hambaNYA, pasrah dan meninggalkan maksiat menggantikannya dengan khusyu’ kepada Allah dan penuh rasa penyesalan.”

(Sing nulis: EE, adopsi dari berbagai sumber)