Menggapai Asa di Waktu Tersisa -->

Header Menu

Menggapai Asa di Waktu Tersisa

Kamis, 15 November 2012

Rabu, 14 Nopember 2012. Hampir jam 7 malam. Lantai 4 di salah satu gedung pemerintahan di Kalibata itu sudah sepi, tapi aku masih bertahan. Aku masih berusaha memperbaiki tampilan power point untuk persiapan besok pagi jika harus presentasi di depan pak Dirjen. Ya besok, Kamis 15 Nopember – mestinya libur, Tahun baru 1 Hijriah. Tapi kami diwajibkan untuk masuk karena akan ada pengarahan Dirjen sehubungan raport kami yang masih merah alias target belum tercapai,  sedangkan waktu yang tersisa tinggal satu setengah bulan sebelum tutup buku 2012. Mesti kerja keras memang.

Ya, setiap tahun kami mesti mempertanggungjawabkan amanah yang dibebankan di pundak kami. Evaluasi kinerja dilakukan secara rutin untuk memastikan target tercapai. Setiap kali rapot merah,  pertanggungjawaban kami bisa saja sampai ke pucuk pimpinan tertinggi institusi ini, yang boleh dikatakan merupakan wakil rakyat yang diminta untuk mengawasi kinerja kami.  Ya, Karena rakyatlah yang menggaji kami. Dan kalau sudah demikian, paling gak, dag-dig-dug lah. Siap-siap sampai skenario terburuk, jika effort kita dianggap belum maksimal.

Jam 19.30 WIB semua dah selesai. Semua upaya  telah dilakukan termasuk membuat tampilan power point yang keren. Tinggal berdoa saja, mudah-mudahan besok anginnya baik. He-he, artinya meski raport merah tapi argumentasi kami bisa cukup meyakinkan pimpinan sehingga beliau percaya bahwa effort kami memang sudah maksimal.

Aku keluar ruangan, sudah sepi. Tinggal Mas Edi, Office Boy yang masih setia menungguku. Aku ucapkan terimakasih, sambil ngajak mas Edi pulang. Tak lupa kutempelkan jempolku di mesin Finger Print, dan segera cabut, go home.

-**-

Jalan menuju Cibubur padat sekali. Lebih dari biasanya. Oh ya besok kan  Tahun Baru Hijriah. Disambung cuti bersama Jum’atnya dan terus lanjut lagi Sabtu dan Minggu. Jadi benar-benar libur panjang. Pantesan jalan tol menuju Bogor dan Puncak ini sangat padat. Aku nyalakan radio, kebetulan pas gelombangnya Pro-3 FM – sedang menyiarkan kegiatan persiapan Tahun Baru Hijriah dari berbagai daerah.

Tahun Baru. Kata itu terus menyelinap, masuk ke lorong-lorong fikiranku, mengalir mengikuti denyutan nadiku dan memunculkan berbagai rekaman perjalanan hidupku. Tak terasa sudah 42 tahun aku diberikan kesempatan. 11 tahun dibebaskan dari catatan karena dianggap belum dewasa. Sisanya adalah waktu yang harus dipertanggungjawabkan nantinya - detik per detik - di depan Sang Pemberi Hidup.

Persis seperti besok, ketika kami harus presentasi di depan pimpinan kami, mempertanggungjawabkan apa yang kami lakukan untuk mencapai target. Bedanya kalau di depan Dirjen kami masih bisa berargumentasi, memoles laporan, memperbaiki tampilan, sedikit merekayasa angka-angka, presentasi dengan gaya lebay-lebay dikit, atau upaya lain agar kelihatan performance kami bagus.

Tapi nanti, di hari pertanggungjawaban itu..

 “Ya Alloh ampuni diriku”. Aku beristighfar dalam hati.

Setiap detik dari hidup kita, setiap hembusan nafas kita, setiap udara yang kita hirup, setiap rizky yang kita terima, setiap suap makanan yang masuk ke perut kita, setiap langkah kaki kita, setiap denyutan nadi kita, bahkan apa yang terbersit dalam pikiran kita – semua sudah tercatat yang lengkap dengan bukti dan saksi. Mau apa lagi kita?

“Ya Alloh ampuni diriku”. Aku beristighfar dalam hati.

Teringat rambutku yang tinggal beberapa helai, itupun dah mulai memutih. Gigiku yang dah tambal sana-sini, pinggang yang sudah mulai kerasa kalau duduk terlalu lama. Kaki dan tangan yang dah sering kesemutan. Mata yang sudah sulit membaca huruf-huruf yang terlalu kecil.  Ya Alloh sudah benarkah ku gunakan semua nikmat-Mu yang sudah hampir kau cabut itu? Teringat tulisan mas Sarju di blog ini..

“Ya Alloh ampuni diriku”. Aku beristighfar dalam hati.

Teringat cerita guru agama kita waktu kecil. Juga petuah orang tua, “Urip iku mung mampir ngombe” Kalau diibaratkan musafir yang sedang dalam perjalanan yang sangat jauh.. dan singgah sejenak untuk sekedar minum di sebuah “rest area”. Ya itulah dunia, sisanya adalah kehidupan nan kekal, yang baik-buruknya akan ditentukan oleh catatan kita  ketika “mampir ngombe” itu.
“Ya Alloh ampuni diriku”. Aku beristighfar dalam hati.

-**-

Radio masih memberitakan bagaimana orang mengisi pergantian tahun Baru Hijriah. Yang jelas tidak sama memang dengan tahun baru Masehi. Tapi apapun, kedua tahun baru itu tetap membawa pesan yang sama. Sangat jelas! Sangat Tegas! Tak dipungkiri: Kita semakin mendekat ke Tutup Buku. Kalau di kantorku Tutup Buku itu jelas, yaitu 31 Desember. Kalau yang ini... tidak ada yang pernah tahu. Jangankan Tutp Bukunya orang lain. Tutup Buku kita Sendiri saja kita tidak pernah tahu! Bisa 30 tahun lagi, 10 tahun lagi, 10 bulan lagi, 10 hari lagi, atau...

Pertanyaannya, kembali ke analog cerita Musafir yang dalam perjalanan jauh di atas. Sudah cukupkah bekal kita untuk perjalanan panjang nan kekal itu?

“Ya Alloh ampuni diriku”. Aku beristighfar dalam hati.


Teringat  ayat yang sering dibacakan oleh para Ustadz  pada momentum tahun baru Hijriah. Kalau nggak salah di Qur’an surat 59:18. Ini bagian Ustadz Idris dan Ustdaz Lulut untuk menguraikan. Saya cuma mengajak  diri sendiri, dan teman-teman forsipannam khususnya yang muslim, untuk berdoa dan saling mendoakan pada momentum Tahun Baru ini agar kita bisa mengumpulkan bekal terbaik untuk persiapan Tutup Buku, dan melanjutkan ke perjalanan abadi itu.

-**-

Tiiin.. Tiin ... Aku terkejut. Klakson itu membuyarkan lamunanku. Ternyata aku sudah hampir keluar tol Cibubur. Mungkin mobilku jalannya gak bener sehingga di klaksonin sama mobil belakangku. Ya sudah ya, aku bayar tol dulu.

Selamat Tahun Baru Hijriah teman-teman Forsipannam.. Tetap semangat ya, Mari kita gapai asa terbaik di waktu yang tersisa. (sing nulis AB, sang Ketua)